Jumat, 17 Oktober 2008

Wawancara dengan Abdul Haris Semendawai : Soal gugatan terhadap ahli waris Suharto

Radio Nederland, 12 Februari 2008

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dalam kasus gugatan perdata s enilai Rp. 14 trilyun terhadap Soeharto, memutuskan, tergugat harus digantikan oleh salah satu dari keenam anaknya, menyusul kematian orang kuat orde baru itu. Pengadilan menyatakan, kematian Soeharto tidak mempengaruhi jalannya pengadilan. Karena itu hakim memerintahkan jaksa untuk mendatangkan salah satu anak Soeharto. Walaupun demikian tidaklah berarti bahwa negara yang menggugat Soeharto akan menang sidang.

Berikut penjelasan Abdul Haris Semendawai dari ELSAM di Jakarta.

Abdul Haris Semendawai [AHS]: Saya belum bisa mengatakan bahwa ini ada manfaatnya ya. Secara prosedural memang ketika Soeharto meninggal, gugatan itu bisa dilanjutkan oleh ahli warisnya. Tergantung apakah ahli warisnya mau melanjutkan atau tidak. Tapi kelihatannya ahli waris Soeharto ingin melanjutkan kedudukan Soeharto sebagai tergugat dalam perkara ini. Nah tapi, kan pertanyaannya kemudian apakah memang tepat Soeharto itu digantikan oleh anak-anaknya.

Rumit
Saya melihat bahwa salah satu kerumitan itu adalah ketika Soeharto meninggal karena di dalam anggaran dasar itu biasanya posisi seseorang, di dalam yayasan, itu otomatis akan berhenti ketika orang itu meninggal dunia. Jadi hak dan tanggung jawab yang bersangkutan itu selesai
ketika dia meninggal dunia. Karena di dalam anggaran dasar yang standard ya, biasanya seperti itu. Itu yang pertama. Kemudian ketika dia meninggal apakah perlu dilanjutkan
oleh ahli waris karena biasanya kekayaan yayasan, bukan kekayaan individu, tetapi kekayaan yayasan itu sendiri. Dan yayasan ini kan lembaga sosial, yang kekayaannya itu sebenarnya nggak bisa dibagi-bagi kepada para anggotanya, tetapi harus digunakan untuk kepentingan-kepentingan sosial. Aturannya begitu. Karena dia bukan badan usaha atau perusahaan yang apabila ada harta di dalamnya bisa dibagi-bagikan kepada para pendirinya. Tetapi yang namanya yayasan dalam aturannya apabila yayasan itu akan dibubarkan misalnya, hartanya itu
harus diberikan kepada yayasan lain, yang memiliki kegiatan, yang memiliki kerja-kerja yang hampir sama dengan yayasan-yayasan yang akan bubar itu.

Nah, di situ kan menunjukkan bahwa dalam hal ini akan semakin rumit ketika campur aduk antara harta yayasan dengan harta warisan. Pasti nanti akan ada diskusi lebih lanjut tentang apakah harta-harta yang ada di yayasan itu, bisa diwarisi oleh anak-anaknya Soeharto atau tidak gitu kan? Nah, kalau itu bisa diwarisi oleh anak-anaknya Soeharto itu akan merugikan banyak pihak, terutama negara gitu. Karena harta yayasan itu sebenarnya bukan harta pribadi tapi harta lembaga yang ditujukan untuk keperluan lain hanya saja harta-harta itu disalahgunakan.

Radio Nederland Wereldomoerp [RNW] : Tadi anda mengatakan ada semacam
kerancuan ya, sejauh mana itu milik pribadi atau sejauh mana milik
yayasan apalagi ketika diwariskan ya? Nah, seberapa jauh menurut anda
pengadilan bisa berperan dalam hal ini, sampai di mana pengadilan itu
bisa mengambil keputusan?

AHS: Itu sangat tergantung dari gugatan itu ya. Jadi gugatan itu
ditujukan kepada Soeharto sebagai pengurus yayasan, bukan Soeharto sebagai pribadi. Karena itu merupakan harta yayasan. Nah, kalau Soeharto sebagai pengurus yayasan, ketika Soeharto meninggal itu yang digugat itu bukan ahli warisnya Soeharto, menurut saya ya, bukan ahli waris Soeharto yang digugat tetapi orang yang menggantikan posisi Soeharto di Yayasan itu. Karena yang digugat ini kan yayasannya, Soeharto sebagai Pengurus yayasan.

Tidak Otomatis
RNW: Dan itu tidak langsung otomatis anak-anaknya kan?

AHS: Tidak harus anak-anaknya gitu. Tetapi kalau gugatan itu memang
ditujukan kepada Soeharto secara pribadi, ya memang anak-anaknya
sebagai ahli waris yang menggantikan dia gitu. Tapi kan gugatan ini terkait
dengan penyalahgunaan, dugaan penyalahgunaan dana-dana yayasan.

Dalam hal ini apakah Soeharto dalam posisinya sebagai ketua yayasan,
ataukah posisinya sebagai orang yang diduga melakukan penyalahgunaan
keuangan tersebut. Yang pertama masih tidak menentu ya. Kemudian yang
kedua yang namanya gugatan perdata, juga harus dipastikan kalau pun
nanti pemerintah itu menang, itu ada harta-harta yang disita gitu ya.
Harta-harta yang harus disita oleh pengadilan, untuk memenuhi putusan
dari pengadilan tersebut.

Nah, kalau misalnya ternyata hartanya tidak mencukupi atau tidak ada
harta, yang bisa digunakan untuk membayar kemenangan yang ada di
putusan tersebut berarti kemenangannya itu hanya kemenangan di atas kertas
gitu.

* * *

Tidak ada komentar: