Jumat, 24 Oktober 2008

Jelang Deadline Pelantikan LPSK, Presiden Terancam Disomasi

Hukumonline.com

[2/8/08]
Koalisi LSM mencurigai ada upaya mengkerdilkan peran LSM melalui perumusan PP dan Keppres yang tidak partisipatif.
Setelah disahkannya tujuh orang anggota Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) pada tanggal 15 Juli 2008
oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), maka suatu babak baru terbentuknya LPSK di Indonesia akan dimulai.
Sebagaimana ditetapkan oleh UU Perlindungan Saksi dan Korban, paling lambat 30 hari setelah hasil seleksi DPR
diumumkan, pemerintah diwajibkan untuk segera melantik anggota LPSK tersebut.
Namun, menjelang batas akhir yang akan jatuh pada 15 Agustus 2008, pemerintah belum juga melantik para anggota
LPSK. Jalan untuk terbentuknya LPSK ternyata masih panjang dan berliku sebab selalu saja ada masalah baru.
Koordinator Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho, yang tergabung dalam Koalisi
Perlindungan Saksi, mengidentifikasi setidaknya tiga masalah yang menyertai proses pembentukan LPSK.
Masalah pertama, ungkap Emerson, adalah adanya motif untuk mengkerdilkan peran lembaga ini dengan pembuatan
Peraturan Pemerintah (PP) dan Keputusan Presiden (Keppres) yang tidak partisipatif dan cenderung dirahasiakan oleh
pemerintah. “Khususnya oleh Dirjen PP Departemen Hukum dan HAM,” tuding Emerson. Ia menyayangkan tidak
dilibatkannya partisipasi publik dalam pembuatan PP. Bahkan anggota LPSK pun tidak dilibatkan.
Emerson mengibaratkan pemerintah seperti menggunakan “kaca mata kuda” dalam menyusun PP. “Mereka hanya
menjalankan amanat UU, dan kalau UU-nya jelek, mereka akan menyalahkan UU,” jelas Emerson. Pembuatan PP dan
Keppres ini memang diamanatkan dalam Pasal 7 dan Pasal 34 UU No. 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan
Korban.
Koalisi menilai motif merahasiakan pembahasan Rancangan PP (RPP) termasuk substansinya dari mata publik justru
akan memperlemah substansi yang akan dijalankan oleh LPSK. Tim koalisi juga berpendapat hal tersebut akan
mejadikan Implementasi PP tersebut merugikan masyarakat umum yang akan difasilitasi oleh LPSK.
Persoalan kedua, tentunya, adalah mengenai pengangkatan dan pelantikan anggota LPSK oleh Presiden yang belum
juga dilaksanakan. Kedua persoalan tersebut menghantarkan adanya persoalan ketiga di mana pemerintah cenderung
tidak serius dalam menyiapkan LPSK, ungkap Emerson. Hal ini dikarenakan sampai saat ini, informasi mengenai kantor
maupun pendanaan masih menjadi simpang siur.
Emerson menduga masalah anggaran memang menjadi salah satu penyebab berlarutnya pelantikan anggota LPSK.
“Adanya lembaga baru memang berarti menyebabkan adanya beban anggaran baru bagi pemerintah,” ujar Emerson.
Biaya LPSK memang tidak ringan. Lembaga semacam LPSK pastinya membutuhkan biaya yang tidak kecil, seperti juga
lembaga-lembaga serupa di luar negeri. “Namun seharusnya pemerintah bisa menyiasati,” tambahnya.
Oleh karenanya, Emerson mendesak pemerintah untuk menyiasati karena LPSK ini merupakan lembaga yang
signifikan. “Salah satu peran penting LPSK adalah untuk akselerasi akses ke pemerintah,” ujarnya. Akses yang
dimaksudkan di sini adalah akses untuk membuka kasus-kasus seperti narkoba, kejahatan Hak Asasi Manusia (HAM),
kejahatan transnasional hingga kasus korupsi.
Laporan masuk
Salah satu kasus yang bisa diungkap oleh lembaga ini, ujar Emerson, adalah kasus aliran dana Bank Indonesia (BI).
“Ada beberapa anggota DPR terkait kasus BI yang sudah melapor ke LPSK,” jelasnya. Emerson mengatakan bahwa
para anggota DPR tersebut bingung harus melapor ke mana sebab tidak ada jaminan perlindungan hukum yang pasti.
Hamka Yandhu, yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus itu, dikatakan Emerson, mengaku bingung harus
melapor ke mana. Ia tidak yakin dirinya akan mendapatkan perlindungan hukum jika ia melapor ke pihak lain.
“Mungkin mereka bersalah, tetapi mereka tetap harus terlindungi oleh hukum agar mereka juga lebih mudah
memberikan kesaksian,” ujarnya.
LPSK memang memiliki fungsi untuk memberikan perlindungan hukum dan juga perlindungan fisik terhadap para saksi
dan korban. Perlindungan fisik di sini dimaksudkan kepada saksi, misalnya Hamka Yandhu, agar dapat dilokalisir saat
menjalankan pidana penjara. Hal ini penting dilakukan agar tidak terjadi upaya balas dendam padanya, tambah
Emerson.
Divisi Legal Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyu Wagiman menyatakan Hamka Yandhu memang
seharusnya sudah dapat diberikan perlindungan. Sayangnya, LPSK belum bisa menanggapi laporan-laporan tersebut
karena mereka sendiri belum dilantik dan belum ada infrastruktur yang mendukung.
http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=19840&cl=Berita (1 of 2)8/4/2008 12:42:31 PM
Hukumonline.com
Direktur Riset dan Pengembangan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Zainal Abidin mengatakan
kedudukan LPSK sekarang ini masih empiris. “Mereka sudah punya landasan hukum dan sudah menerima laporan,
namun belum de facto diakui,” ujar Zainal. Keterbatasan pengakuan hukum ini menyebabkan belum maksimalnya
LPSK. Ia mengharapkan pemerintah bisa secepatnya melantik agar LPSK dapat kerja maksimal dan transparan. “Bisa
mumpuni kayak KPK. Ini bukan lembaga di atas kertas saja,” tambahnya.
LPSK dinanti
Anggota LPSK terpilih Abdul Harris Mendawai juga mengharapkan pelantikan tersebut sesegera mungkin dilaksanakan.
Ia membenarkan adanya beberapa laporan yang sudah masuk ke LPSK dan belum bisa ditanggapi dalam waktu dekat
ini. Ia juga mengungkapkan belum adanya undangan atau informasi apapun mengenai pelantikan anggota LPSK.
“Semoga bisa terkejar sampai batas waktu yang ada,” tambahnya.
Harapan agar pelantikan anggota LPSK dilakukan secepatnya juga dikemukakan oleh anggota Komisi III DPR Eva
Sundari. Ia menganggap pelantikan ini sebagai suatu hal yang krusial. “Banyak pihak yang menunggu lahirnya LPSK,
sehingga ini merupakan kebutuhan,” tambahnya. Ia mengharapkan pelantikan LPSK dilakukan sebelum batas waktu
berakhir agar dapat menjadi bukti komitmen pemerintah menjelang momen kemerdekaan. Namun, apabila pelantikan
belum dilakukan sampai batas waktu berakhir, Eva mengatakan, “Tidak ada pelanggaran hukum.”
Dilampauinya batas waktu 30 hari pelantikan itu memang tidak akan berakibat hukum atau mengakibatkan sanksi pada
Presiden. Namun, dalam hal pemerintah belum juga melantik para anggota LPSK sampai batas waktu yang diberikan,
Emerson mengatakan Tim Koalisi akan memberi toleransi waktu satu minggu. “Kita tunggu Presiden merespons atau
tidak. Kalau tidak, kami berencana untuk mensomasi Presiden,” ujarnya. Meski demikian, ia mengatakan bahwa tim
koalisi masih akan membicararakan hal tersebut lebih lanjut lagi.
(M-3)
http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=19840&cl=Berita (2 of 2)8/4/2008 12:42:31 PM

Tidak ada komentar: