Jumat, 24 Oktober 2008

KOMISI III TANYAKAN BANYAKNYA KASUS KRIMINAL YANG MENJADI FOKUS PENANGANAN LPSK

Tanggal : 07 Jul 2008
Sumber : dpr.go.id
dpr.go.id,
Komisi III DPR RI menanyakan kepada salah seorang calon anggota Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)
banyaknya kasus kriminal yang akan menjadi fokus penanganan LPSK, mengingat jumlah kasus tersebut sangat banyak.
Hal ini ditanyakan anggota dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Azlaini Agus saat Komisi III mengadakan uji kepatutan dan
kelayakan (fit and proper test) calon anggota LPSK, Senin (7/7) yang dipimpin Ketua Komisi III Trimedya Panjaitan (F-PDIP).
Dengan banyaknya kasus tersebut, tentunya LPSK tidak akan dapat menangani semuanya dan perlu dilakukan pemilahan
kasus mana yang korbannya akan diberikan perlindungan.
Pertanyaan yang diajukan kepada Abdul Haris Semendawai merupakan calon anggota LPSK yang mengawali fit and proper
test pagi itu. Profesi Abdul Haris adalah seorang advokat.
Sementara anggota lainnya, Soewarno (F-KB) menanyakan sikap calon apabila ada suatu permohonan yang korbannya
berasal dari kelompok atau suku yang sama.
Soewarno juga menanyakan, bagaimana agar LPSK tetap menjadi lembaga yang mandiri dan punya kredibilitas serta cara
menanggulangi pengaruh uang, kekuasaan dan politik.
Anggota dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa ini juga minta penjabaran calon tentang salah satu asas perlindungan saksi
yang tidak diskriminatif.
Menjawab pertanyaan tersebut Abdul Haris Semendawai mengatakan, tidak semua kasus korbannya mengalami kekerasan
dan ancaman. Karena itu, LPSK memberikan perlindungan saksi dan korban secara selektif. “Kita tidak akan mampu menangani
semuanya,” kata Abdul Haris.
Dia menambahkan, dalam satu tahun kemungkinan LPSK menangani sekitar 100-200 kasus saja. Seperti di Inggris, jumlah
saksi yang minta perlindungan tidak lebih dari 100-300 kasus. Pembatasan ini disesuaikan dengan kemampuan LPSK, juga
mengingat terbatasnya waktu.
Sementara menanggapi pertanyaan adanya permohonan dari suku yang sama, menurut Abdul Haris yang paling penting
didalam LPSK ini adalah aturan-aturan internal yang harus dibuat sedemikian rupa sehingga kekhawatiran-kekhawatiran bahwa
perlakuan-perlakuan khusus diberikan kepada kelompok tertentu, saudara atau kelompok etnik tertentu bisa terhindari,
Oleh karena itu, di dalam LPSK perlu membuat suatu standart operasional prosedur diantara anggota dan pedoman-pedoman
untuk memastikan tidak adanya penyalahgunaan kekuasaan diantara anggota-anggota LPSK itu sendiri.
Untuk permohonan yang pelakunya dari kelompok etnik yang sama, menurutnya pemberian perlindungan terhadap saksi ini
tetap mengacu kepada ketentuan artinya apakah pelakunya itu dari etnik yang sama atau tidak, hal itu tidak menjadi satu
http://202.133.9.215/artikel/terkini/artikel.php?aid=4821 (1 of 2)7/22/2008 4:31:52 PM
dpr.go.id
pertimbangan. “Yang menjadi pertimbangan adalah apakah memang saksi atau korban ini membutuhkan perlindungan,” ujarnya.
Dan apakah saksi membutuhkan perlindungan dan berhak memperoleh perlindungan ada berbagai syarat yang memang harus
dipenuhi.
Dia menambahkan, untuk menghindari dan meminimalisir penyalahgunaan kekuasaan tersebut salah satu cara yang perlu dilakukan
adalah membuat pedoman dan standart didalam organisasi LPSK.
Berkaitan dengan salah satu asas tidak adanya diskriminatif, menurut Abdul Haris, implementasinya adalah dengan tidak
membatasi jenis-jenis tindak pidana yang bisa diberikan perlindungan oleh LPSK.
Selain itu, tidak membatasi latar belakang dari si saksi atau korban apakah dia sipil atau militer, dari satu etnik tertentu atau dari
etnik yang lain. Jadi dalam hal ini tidak membatasi, semuanya diberikan ruang untuk mendapatkan perlindungan saksi dan korban,
sepanjang syarat-syarat obyektif yang dirumuskan bersama-sama baik oleh UU maupun oleh anggota LPSK nantinya betul-betul
bisa dilaksanakan secara obyektif.
Untuk menjaga supaya LPSK tetap mandiri dan kredibel, Abdul Haris berpendapat, LPSK sebagai salah satu lembaga, perlu
mendapatkan suatu kemandirian. Dengan adanya kemandirian itu harapan LPSK kepercayaan publik terhadap lembaga ini akan
besar. Hal ini untuk menghindari lembaga ini tidak mudah diintervensi oleh badan-badan atau lembaga yang lain.
Dan untuk menjaga agar lembaga ini tidak mudah diintervensi, menurutnya perlu akuntabilitas terhadap publik dan
trasparansi. Hal itu penting untuk dilakukan sehingga kontrol publik bisa terlihat dengan jelas. Berkaitan dengan kemandirian ini, dia
berpendapat harus bisa diimplementasikan oleh LPSK.
Di hari pertama, calon anggota yang akan menjalani fit and proper test sebanyak enam orang. Setelah Abdul Haris Mendawai
dilanjutkan dengan Ahmad Taufik, I Ktut Sudiharsa, La Ode Ronald Firman, Lies Sulistiani dan terakhir Lili Pintauli.
Terhadap calon ke dua Ahmad Taufik, anggota dari F-BPD Nur Syamsi Nurlan menanyakan visi calon tertarik menjadi
anggota LPSK, mengingat calon sebelumnya berprofesi sebagai seorang wartawan.
Menjawab pertanyaan tersebut, Ahmad mengatakan ketertarikannya mendaftar menjadi calon anggota LPSK berkaitan
dengan pengalamannya menjadi seorang wartawan kriminal yang banyak menemui kasus dimana tersangka merasa takut untuk
bersaksi di pengadilan karena tidak percaya pengadilan akan dapat memberikan perlindungan.
Dari kejadian inilah membuatnya tertarik untuk menjadi salah satu calon anggota LPSK, dimana sesuatu diadili bukan karena
desas desus, tapi karena adanya kesaksian yang kuat. (tt)

http://202.133.9.215/artikel/terkini/artikel.php?aid=4821 (2 of 2)7/22/2008 4:31:52 PM

Tidak ada komentar: